Penerapan Pancasila dalam Kegiatan Harian untuk Membentuk Karakter Anak Sejak Masa Kencana

A.    Pentingnya Memahami Sifat Pancasila dan Mengajarkannya kepada Anak
Selama ini masih banyak anggapan yang beredar di masyarakat, bahwa penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bisa dilaksanakan secara acak. Asalkan sudah sesuai dengan butir-butir dari sila Pancasila, maka sudah dianggap benar. Pemikiran seperti ini menyebabkan kecenderungan terhadap pola pikir liberal.
Seperti contoh, akhir-akhir ini marak kasus merebaknya paham lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau biasa disingkat dengan LGBT. LGBT sendiri telah diklaim para pakar psikologi sebagai penyakit. Kini, paham ini kabarnya juga sudah menyebar ke anak-anak. Parahnya, para tokoh pendukung LGBT semakin menuntut adanya “keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”. Sila kelima dari Pancasila ini digunakan sebagai landasan akan kehadiran kaumnya di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sebab mayoritas masyarakat Indonesia masih menolak keberadaan mereka.
Kaum LGBT merasa sudah Pancasilais, sejalan dengan hukum yang ada di Indonesia, dan merasa bahwa mereka berada di pihak yang benar. Maka dari itu mereka berani memperjuangkan sesuatu yang mereka sebut sebagai “hak asasi”. Tujuannya agar bisa hidup layak dan dianggap sama di tengah masyarakat pada umumnya.
Mereka juga berpikir bahwa paham yang mereka anut sama sekali tidak bertentangan dengan Pancasila dan norma-norma yang ada. Karena di sila kedua tertera ”kemanusiaan yang adil dan beradab”. Jadi berpijak di sila kedua ini, mereka juga menuntut keadilan dan rasa kemanusiaan terhadap kaumnya. Masyarakat yang menentang keberadaan mereka dianggap tidak memiliki rasa kemanusiaan terhadap sesama manusia.
Padahal pemahaman penerapan Pancasila dalam kehidupan seperti contoh di atas itu salah. Penerapan Pancasila yang sebenarnya bersifat hierarkis dan piramidal. Artinya, antara sila dari Pancasila harus diterapkan secara berurutan, berkesinambungan, menyatu, dan bertingkat. Dimulai dari sila pertama, kedua, ketiga, keempat, hingga sila kelima semuanya harus dilaksanakan secara urut dan tidak boleh terpisah. Demikian pula dengan kandungan arti dari sila pertama, bisa mencakup keseluruhan dan menjiwai isi sila lainnya.hierarkis piramidal pancasila

Apabila sudah menerapkan sila pertama, dilanjutkan dengan menerapkan sila kedua. Di dalam sila kedua ini mencakup keseluruhan arti dari ketiga sila setelahnya, yaitu sila ketiga, keempat, dan kelima. Demikian seterusnya, kelima sila harus berurutan dan bertingkat dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari.
Penerapan sila pertama lah yang menjadi pokok, nilai-nilai dari Ketuhanan Yang Maha Esa sudah seharusnya dilaksanakan paling awal. Keberadaan tujuh agama yang diakui di Indonesia, harus dilaksanakan sepenuhnya oleh para pemeluk masing-masing terlebih dahulu. Bisa diamati, orang yang benar-benar menerapkan agamanya dalam kehidupan sehari-hari sudah pasti bisa mengamalkan keempat sila lainnya. Karena di dalam sila pertama ini sudah mencakup nilai-nilai keempat sila setelahnya.
Pancasila bersifat piramidal, menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk individu ciptaan Tuhan yang memiliki sifat tertentu. Berbagai sifat itu diantaranya ada saling menghargai dan menyayangi sesama. Selain sebagai individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial, maka dari itu manusia membentuk perserikatan, hingga terciptalah Persatuan Indonesia.
Di dalam persatuan dibutuhkan pemimpin serta aturan untuk kehidupan sehari-hari. Sebagai masyarakat yang bersatu, dan karena persatuan ini dibentuk oleh masyarakat sendiri, maka pemimpin harus berasal dari tangan mereka. Pemilihan juga dilaksanakan secara kekeluargaan, yang selanjutnya biasa disebut dengan istilah kerakyatan. Dengan terlaksananya keempat sila tersebut, pada akhirnya diharapkan terciptalah keadilan sosial bagi seluruh warga negara.
Itulah sebabnya mengapa Pancasila disebut bersifat hierarkis dan piramidal. Penerapannya tidak bisa dibolak-balik, apalagi sampai dicuplik sebagian saja. Hal yang demikian ini sangat bertentangan dengan kedua sifat tersebut. Namun di tengah masyarakat masih belum banyak yang memahami kedua sifat Pancasila ini. Perlu penyebaran informasi yang lebih sering lagi agar masyarakat ke depannya semakin memahami sifat dari dasar negara mereka sendiri.
Kalau terjadi kasus seperti kaum LGBT yang meminta diakui hak asasinya dengan menggunakan landasan sila kedua dan kelima, jelas hal itu bertentangan dengan Pancasila. Sebab mereka mengesampingkan keberadaan sila pertama, ketiga, dan keempat. Mereka juga tidak melaksanakan agamanya (sila pertama) yang menjadi pokok dari Pancasila terlebih dahulu, tetapi langsung membahas pada sila selanjutnya. Pendapat ini didasarkan pada keyakinan, bahwa tidak ada satu agama pun yang merestui adanya pernikahan sesama jenis.
Jadi, apabila ditemukan lagi pemahaman konsep yang salah dari penerapan Pancasila, tidak perlu dilanjutkan lagi. Lebih baik segera dihentikan dan dimulai dengan menerapkan Pancasila dalam kehidupan secara benar sesuai dengan sifat-sifatnya. Sebab terlalu berbahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara apabila paham-paham yang salah tetap dibiarkan merajalela di kalangan masyarakat.
Pengaruh dari paham yang salah bisa saja meluas, tidak hanya pada orang dewasa, namun juga remaja dan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Padahal para generasi penerus inilah yang sepatutnya dijaga pemahamannya terhadap Pancasila. Agar penerapan Pancasila di kehidupan sehari-hari sesuai kaidahnya. Oleh karena itu, sangat besar peran orangtua, keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk membantu pembelajaran penerapan Pancasila kepada mereka sejak dini.

A.    Penerapan Pancasila dalam Kehidupan
Setelah memahami sifat Pancasila dan mengetahui alasan pentingnya mengajarkan penerapan Pancasila pada anak di pembahasan sebelumnya, sekarang beranjak untuk membahas tentang penerapan Pancasila dalam kehidupan. Sebab memahami sifatnya saja belum cukup tanpa adanya praktik langsung di kehidupan nyata.
Untuk menerapkan Pancasila, selain memahami sifatnya, juga harus memahami arti dari nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila ini terbagi menjadi tiga, yaitu nilai fundamental, nilai instrumental, dan nilai praktis. Nilai fundamental diartikan bahwa setiap sila dari Pancasila bersifat mutlak untuk dilakukan. Sedangkan nilai instrumental merupakan pelaksanaan dari nilai fundamental. Biasanya berupa norma-norma yang berlaku di masyarakat. Terakhir ada nilai praktis yang berguna untuk mengindikasikan penerapan kedua nilai sebelumnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai dari kelima sila Pancasila dapat kita pelajari pada ulasan berikut.
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang meyakini akan adanya Tuhan. Sila pertama juga mengandung kebebasan bagi rakyat Indonesia dalam beragama dan menganut kepercayaan yang diyakininya. Ini berarti setiap warga berhak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan aturan agamanya. Karena ada tujuh agama, maka warga diharuskan untuk bertoleransi antarumat beragama.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila kedua mengandung nilai kemanusiaan berupa persamaan derajat antarmanusia, pengakuan adanya adab kepada sesama makhluk, dan menjunjung tinggi harkat serta martabat manusia. Sila ini menegaskan bahwa kebangsaan Indonesia merupakan bagian dari kemanusiaan secara utuh, yang dituntut mengembangkan persaudaraan dunia berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan dan berkeadaban.
3.      Persatuan Indonesia
Berdasarkan masa lalu Indonesia yang berbentuk kerajaan di berbagai wilayahnya, maka sila ketiga ini diperlukan untuk menumbuhkan rasa “Bhinneka tunggal ika”. Karena sila ketiga mengandung nilai pemersatu bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku, agama, ras, adat istiadat, wilayah, dan sebagainya. Sila ini juga dapat memunculkan rasa cinta tanah air serta rela berkorban untuk bangsanya.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Sila keempat menjelaskan keberadaan sistem demokrasi di Indonesia. Sistem demokrasi mengandung nilai bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Maka dari itu pemimpin pemerintahan serta wakil-wakil rakyat dipilih langsung oleh rakyat. Selain itu, sila ini juga menjelaskan diadakannya musyawarah yang dilandasi sikap kekeluargaan di setiap persoalan, agar mencapai mufakat. Dalam demokrasi ini, kesederajatan dan semangat kekeluargaan dari perbedaan diperkuat melalui nilai-nilai keadilan.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila kelima mengandung nilai tujuan, agar masyarakat menerima keadilan di berbagai bidang kehidupan. Selain itu, sila kelima juga menjelaskan keseimbangan pelaksanaan kewajiban setiap warga negara serta hak yang seharusnya mereka peroleh. Sehingga diharapkan seluruh rakyat Indonesia menjadi masyarakat yang makmur secara lahir dan batin.

B.     Penerapan Pancasila dalam Kegiatan Harian untuk Membentuk Karakter Anak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Karakter anak bisa dibangun oleh orangtua, keluarga, atau sekolahnya. Karakter berbeda dengan kepribadian yang tidak bisa diubah, karena kepribadian merupakan bawaan sejak lahir.
Dalam hal pembentukan karakter anak, Pancasila juga bisa dijadikan pedoman. Dikarenakan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup serta sebagai jiwa bangsa Indonesia. Selain itu, lima nilai utama karakter prioritas pengembangan pendidikan karakter juga terkandung dan berhubungan dengan nilai-nilai Pancasaila. Kelima nilai utama itu adalah religius, integritas, nasionalis, mandiri, dan gotong royong. Kelima nilai ini saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis, dan membentuk keutuhan pribadi. Melihat keterhubungan Pancasila dengan nilai-nilai utama pendidikan karakter, maka sudah sepatutnya Pancasila dikenalkan kepada anak sejak masa kencana, atau lebih familiar dikenal dengan sebutan masa emas (golden age).
Masa kencana merupakan masa pesatnya tumbuh kembang anak, terutama otaknya. Di masa ini anak-anak dapat belajar dengan sangat cepat dan menirukan berbagai hal yang telah dilihatnya. Oleh karena itu, masa ini dirasa tepat untuk mulai memperkenalkan nilai-nilai Pancasila di kegiatan harian mereka. Agar karakter mereka mulai terbentuk sejak dini, dan diharapkan akan melekat hingga mereka beranjak dewasa.

pendidikan karakter


Berbagai penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kegiatan harian, yang dapat membentuk karakter anak bisa disimak pada uraian berikut.
1.      Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
a.       Mengenalkan adanya Tuhan dalam penciptaan alam semesta dan seisinya
b.      Mengajak anak beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing
c.       Mengajari contoh sikap toleransi antarumat beragama
d.      Mengajari kerja sama dengan pemeluk agama lain
Setelah mempraktikkan hal-hal tersebut diharapkan terbentuk nilai karakter religius, diantaranya sikap: toleransi, cinta damai, persahabatan, teguh pendirian, ketulusan, percaya diri, anti perundungan dan kekerasan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, serta bisa melindungi yang kecil dan tersisih. Sehingga pada akhirnya anak memiliki karakter yang mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab
a.       Mengajarkan kasih sayang kepada ayah, ibu, adik, kakak, saudara lainnya, teman-teman, serta tetangga
b.      Memberi contoh berbagi kepada orang lain yang membutuhkan
c.       Memberi contoh cara menghormati tamu yang berkunjung ke rumah
d.      Mengajarkan cara merawat hewan dan tumbuhan
e.       Mengajarkan cara menghargai martabat penyandang disabilitas
f.       Mengajarkan kejujuran dan kebenaran dalam kegiatan sehari-hari
Setelah mempraktikkan hal-hal tersebut diharapkan terbentuk nilai karakter integritas, diantaranya sikap: kejujuran, keadilan, keteladanan, kesetiaan, menghargai martabat, anti korupsi, komitmen moral, tanggung jawab, cinta pada kebenaran. Sehingga pada akhirnya anak akan berupaya untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.      Sila ketiga: Persatuan Indonesia
a.       Mengenalkan berbagai suku, agama, ras, budaya, dan wilayah kepulauan di Indonesia
b.      Mengenalkan macam-macam tempat ibadah untuk umat beragama di Indonesia
c.       Mengajak berkunjung ke tempat-tempat wisata di Indonesia
d.      Mengajak pergi ke museum
e.       Mempelajari tarian budaya Indonesia
f.       Menjaga aneka ragam budaya Bangsa Indonesia
g.      Memberi contoh melaksanakan aturan dan norma sederhana di dalam rumah
Setelah mempraktikkan hal-hal tersebut diharapkan terbentuk nilai karakter nasionalis, diantaranya sikap: taat hukum, disiplin, cinta tanah air, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama, rela berkorban, unggul dan berprestasi, serta cinta lingkungan. Sehingga pada akhirnya anak bisa menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
4.      Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
a.       Mengajak anak berdiskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatannya sehari-hari
b.      Mengajari untuk menghargai pendapat orang lain
c.       Memberi contoh sikap tolong-menolong
d.      Mengajak kerja sama dalam kegiatan harian
e.       Membuat keputusan bersama anak terhadap masalah kecil yang dihadapinya
Setelah mempraktikkan hal-hal tersebut diharapkan terbentuk nilai karakter gotong royong, diantaranya sikap: saling menghargai, kerja sama, solidaritas, empati, komitmen terhadap keputusan, bisa bermusyawarah mufakat, suka menolong, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan rela berkorban. Sehingga sikapnya akan mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu-membahu dalam menyelesaikan persoalan bersama.
5.      Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
a.       Memberikan semangat kepada anak dengan kalimat positif
b.      Mengajari berbagai jenis keterampilan
c.       Mengajari melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain
d.      Membudayakan gemar membaca buku
e.       Mengenalkan berbagai ilmu melalui permainan yang kreatif
f.       Menggali bakat terpendam anak
g.      Mendukung cita-cita anak
Setelah mempraktikkan hal-hal tersebut diharapkan terbentuk nilai karakter mandiri, diantaranya sikap: kerja keras, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan suka belajar. Sehingga anak tidak bergantung kepada orang lain, dapat mempergunakan tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita.
Sebagai penutup, dengan diterapkannya nilai-nilai Pancasila dalam kegiatan sehari-hari anak sejak dini, serta dipadukan dengan nilai-nilai pendidikan karakter, maka diharapkan generasi penerus Bangsa Indonesia kelak menjadi generasi yang cerdas lahir dan batin. Mereka tidak hanya cerdas otaknya saja, namun juga cerdas hati nuraninya. Kecerdasan ini akan terwujud dalam karakter yang dimiliki dan terlaksana dalam tindakan di kehidupan sehari-hari.
Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua kalangan, baik dari keluarga, sekolah, maupun masyarakat umum. Penulis juga berharap karya ini bisa semakin membuka pengetahuan tentang pentingnya Pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga semua pihak semakin bersinergi membangun karakter putra putri generasi penerus bangsa.
Aminnatul Widyana Mom of 2 kiddos/ Ahmad Rahman Budiman's wife/ teacher/ blogger

0 Response to "Penerapan Pancasila dalam Kegiatan Harian untuk Membentuk Karakter Anak Sejak Masa Kencana"

Post a Comment

Terima kasih sudah singgah di blog amiwidya.com.
Saya persilakan menambahkan komentar untuk melengkapi postingan blog di atas.
Semoga bermanfaat & menginspirasi buat semua...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel