HITAM PUTIH GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (Smart Money Wave)





Pilih mana?
Segepok uang lusuh ditemani gemerincing uang koin
Atau...
Setumpuk kartu kredit bersandingkan smartphone

Mengayunkan langkah bersama sekantung barang belanja
Atau...
Jari menari di atas aplikasi belanja sambil loading barang dikirim

Apapun jawaban Anda, itulah “masa depan”

Pengguna internet semakin meningkat dari hari ke hari, keberadaan Layanan Keuangan Digital (LKD) semakin marak di kanan kiri, kemunculan e-Commerce menjadi iming-iming merogoh kocek kembali. Disadari atau tidak, semua hal itu pasti karena salah satu alasan “kita ingin praktisnya saja”. Benar?! Iya, menurut saya itu sangat benar karena saya adalah salah satu orang yang juga menggunakan alasan dengan kalimat itu.

Coba tanyakan kepada mereka generasi muda (mungkin termasuk diri Anda sendiri). Siapa yang belum memiliki nomor rekening bank, kartu ATM/kredit, gadget/smartphone/laptop, kartu member untuk belanja, atau aplikasi situs belanja online? Bisa dipastikan sebagian besar mereka punya itu semua. Terutama bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan, kesemua benda itu sudah tentu menjadi teman sehari-hari yang melekat di jari-jari. Jika anak muda punya, bagaimana dengan mereka orang dewasa? Jangan salah.... Mereka bahkan bisa lebih intens berhubungan dengan benda-benda tersebut. Mengapa? Kembali lagi ke awal, alasannya tidak lain karena “praktis dan nggak ribet”. Apalagi untuk mereka para pelaku bisnis dengan skala besar, para penjual onlineshop, para pegawai, atau para karyawan dengan jam terbang tinggi, keberadaan benda-benda tersebut bagaikan setetes air di tengah gurun.


Perlahan tapi pasti, bertransaksi secara nontunai semakin digandrungi masyarakat masa kini. Seringkali saya dan suami berdiskusi akan hal ini. Suatu hari nanti tidak akan ada lagi uang cash, semua transaksi akan berlangsung secara nontunai. Kegiatan ini semakin nyata jika kita cermati. Sebagai contoh, pada tanggal 20-31 Oktober 2016 lalu telah digelar event The Big Bad Wolf Book Sale di Surabaya. Bazaar buku terbesar di dunia ini membuka 42 kasir untuk pembayaran dan hanya 3 diantaranya yang menerima pembayaran tunai dengan nominal maksimal Rp 150.000,00. Lebih dari itu, harus dilakukan dengan menggunakan kartu debit dan kredit berlogo Visa dan Mastercard, Mandiri e-money dan Mandiri e-cash di 39 kasir yang tersedia. Wow... bisa dibayangkan, betapa pesatnya laju transaksi nontunai di sini. Saya bilang keberadaan transaksi nontunai ini sangat membantu. Memang akan sangat merepotkan jika saja mereka yang berbelanja buku sampai habis jutaan bahkan puluhan juta (misalnya pengadaan buku untuk perpustakaan sekolah) harus membayar dengan uang tunai. Selain itu juga kurang aman karena bisa menjadi incaran orang yang berniat jahat. Di sana kan banyak orang dari berbagai penjuru ikut berjubel walaupun mereka tidak membeli, hanya ingin melihat-lihat, atau ada maksud lainnya.


Suasana Event The Big Bad Wolf Book Sale

Event The Big Bad Wolf Book Sale terlalu jauh? Gampang saja... cukup datang ke pasar-pasar modern yang ada di wilayah Anda masing-masing lalu perhatikan. Apakah di sana disediakan layanan pembayaran nontunai? Entah itu dengan penggunaan kartu kredit, dengan sistem top up pada kartu member, dengan penggunaan aplikasi-aplikasi tertentu pada smartphone, layanan parkir elektronik, atau dengan cara-cara canggih lainnya. Atau bagi Anda yang sering bepergian menggunakan kendaraan roda empat, cermati pembayaran di gerbang tol, apakah sudah mulai disediakan layanan pembayaran non tunai? Jawabannya “iya” bukan?! Bagus, ini merupakan salah satu pertanda kemajuan transaksi ekonomi di Indonesia. Dukung terus keberlanjutannya demi kemajuan bangsa di bidang perekonomian.

Kita lanjutkan lagi... akhir-akhir ini semakin marak juga yang namanya e-Commerce. Saya juga termasuk salah satu penggemar e-Commerce ini. Apa itu e-Commerce? Sebelum melanjutkan, saya jelaskan lebih dahulu secara singkat. Electronic commerce atau sering disingkat e-Commerce yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai perdagangan elektronik merupakan tempat untuk menyebarkan, menjual, membeli, memasarkan barang dan jasa, melalui sistem elektronik. Siapa saja yang bisa menjadi anggota e-Commerce ini? Banyak macamnya, semua yang terlibat di dalam proses tersebut seperti bank, situs iklan baris, yang mengurusi infrastruktur semacam google dan Telin, yang berhubungan dengan pengiriman logistik, marketplace (website mereka memfasilitasi promosi barang dagangan dan transaksi uang secara online) , online retail (toko online dengan domain sendiri dimana mereka memiliki stok barang/jasa dan menjualnya sendiri), payment gateway, serta travel.




Nah, ada event tertentu dimana diskon besar-besaran, promo awal bulan, cuci gudang akhir tahun, voucher belanja lebaran, dan berbagai tawaran lainnya menjadi poin tersendiri yang menarik perhatian. Hal ini menjadi magnet agar segera membuka email langganan dari berbagai e-Commerce tersebut. Salah satu yang dinanti-nanti adalah event harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) yang sudah pasti menyediakan tawaran-tawaran menarik dengan harga yang kompetitif. Tidak percaya? Ingat saja, tanggal 12 bulan ke-12 coba buka berbagai marketplace dan olline retail yang Anda gandrungi. Di sana akan menyediakan berbagai promo dan diskon besar-besaran akhir tahun. Event ini akan semakin membuat masyarakat meningkatkan transaksi nontunai, juga sangat pas jika disandingkan dengan program yang telah dicanangkan Bank Indonesia karena bertepatan dengan Gerakan Nasional Non Tunai yang sedang berlangsung saat ini. Tentu saja dengan pertimbangan berbagai manfaat dari Gerakan Nasional Non Tunai yang telah kita nikmati.


Beranjak dari segala gemilang modernitas kegiatan ekonomi, saya ingin mengajak Anda berjalan-jalan sebentar ke sudut-sudut kampung, ke tengah pasar tradisional, ke pedagang kaki lima, juga pedagang asongan di perempatan jalan. Suatu hal lumrah yang hampir bisa ditemui di setiap tempat di Indonesia. Lalu apa yang muncul dalam benak Anda berkaitan dengan gerakan nasional nontunai?

Yup, satu pertanyaan terbit,”Mungkinkah gerakan nasional nontunai akan bergerak di sini?” Saya sendiri hanya memiliki 10-20 persen kemungkinan itu. Saat melihat mereka para pedagang lanjut usia yang mungkin memegang smartphone saja belum pernah. Memandang kios kecil dengan penghasilan yang mungkin hanya bisa diputar untuk makan hari ini dan uang saku anak sekolah. Gerakan nasional nontunai langsung melipir pergi dari benak saya. Bagaikan tebing dan jurang, setelah bergumul dengan segala kemudahan bertransaksi tinggal klik dan tap, saat berhadapan dengan mereka saya kadang harus sedia uang receh di dompet karena mungkin saja tidak tersedia uang kembalian belanja. Jika tidak, biasanya saya harus pergi ke sana kemari untuk menukarkan uang agar bisa membayar dengan uang pas. Karena si pedagang sendiri juga sibuk melayani pembeli lain. Yah, anggap saja sedang berolahraga. Apalagi jika kondisi hujan, jalan becek, pikir saja sedang kembali ke masa kecil bermain becek-becek di bawah rintik hujan. Janganlah membayangkan berbelanja di pasar modern yang aman dari guyuran air dari langit, udara sejuk karena pendingin ruangan, lantai bersih karena ada cleaning service yang siap sedia. Itu akan membuat hati menggerutu dan penyebab rasa syukur hilang.


Pedagang di Pasar Tradisional
Saya menikmati saja, tidak ada masalah berbelanja dengan cara tunai atapun nontunai. Toh keduanya sama-sama berjalan beriringan, sama-sama dibutuhkan. Tidak mungkin kan jika Anda akan berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar modern terus? Apalagi untuk ibu-ibu yang suka berhemat dan pandai menawar harga, pasti akan menuju pasar tradisional.

Satu hal yang ingin saya lakukan dengan hadirnya artikel ini, yaitu mengajak kaum muda sebagai garda terdepan Gerakan Nasional Non Tunai untuk membatu saudara, tetangga kanan kiri, teman, atau siapapun yang membutuhkan. Selama kita mampu, selayaknya uluran tangan kita sampai kepada mereka. Bantu mereka dengan tenaga, modal ataupun pemikiran sebisa kita. Sebagai contoh yang selama ini saya lakukan adalah dengan mengorbitkan Toko Restu Jaya ke dunia maya. Restu Jaya ini merupakan salah satu toko yang menyediakan aneka jajanan khas Gresik seperti pudak, jenang jubung, jenang ayas, otak-otak bandeng, dan sebagainya. Caranya cukup mudah, bisa melalui media sosial, blog, ataupun market place. Saya yakin Anda sudah sangat akrab dengan hal-hal tersebut. Pekerjaan ini bisa dilakukan di waktu senggang. Daripada posting sesuatu yang menyulut perdebatan sengit, pertengkaran chat, menyinggung SARA, dan sejenisnya, bukankah lebih baik kita gunakan waktu untuk membantu mereka? Sekarang, simak video bagaimana saya membantu UMKM agar siap menyambut Gerakan Nasional Non Tunai berikut ini.




Dengan membantu mereka, yakini bahwa itu akan menjadi catatan kebaikan tersendiri bagi kita. Bukankah tugas manusia sebagai makhluk sosial adalah untuk menolong sesama? Syukur jika kita mendapatkan imbalan seribu dua ribu bahkan sampai bilangan juta dari hasil membantu mereka itu. Tapi bukan itu yang terpenting, yang paling utama adalah dasari semuanya dengan keikhlasan bagi sesama manusia. Akhir kata, mari kita bersama-sama memajukan perekonomian Indonesia melalui Gerakan Nasional Non Tunai, agar tidak kalah bersaing di kancah internasional.

Tentang nontunai
Bukan pura-pura buta dan tuli
Kami hanya berusaha mengais rezeki
Tetapi
Sampai di sini kemampuan kami

“Mari bantu mereka seikhlas hati”



Aminnatul Widyana Mom of 2 kiddos/ Ahmad Rahman Budiman's wife/ teacher/ blogger

0 Response to "HITAM PUTIH GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (Smart Money Wave) "

Post a Comment

Terima kasih sudah singgah di blog amiwidya.com.
Saya persilakan menambahkan komentar untuk melengkapi postingan blog di atas.
Semoga bermanfaat & menginspirasi buat semua...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel