PENYELAMAT PERADABAN DIGITAL DI DESA TERTINGGAL



PENYELAMAT PERADABAN DIGITAL DI DESA TERTINGGAL


Buka mata! Digital,

Kamu bukan diperuntukkan perkotaan melulu

Perdesaan lebih... SANGAT membutuhkanmu

menggunakan laptop toshiba
Kami dari desa juga ingin belajar kedigitalan
Sementara waktu tinggalkan sejenak bayangan kalian para pembaca yang sudah melek teknologi digital, tentang keterhubungan kata “digital” dengan kemajuan teknologi maupun tersedianya akses internet 24 jam nonstop. Buang jauh-jauh terlebih dahulu tentang segala bahasan kemodernan yang selama ini sudah kalian nikmati dengan mudah. Melalui tulisan ini aku ingin menceritakan kisah perjuangan berinteraksi dengan kedigitalan dan asisten digital terbaik yang pernah kugunakan. Izinkan aku membawa pikiran kalian sejenak ke sebuah daerah terpencil di sudut Indonesia. Hanya satu daerah, belum yang lain... karena ini berdasarkan sebuah pengalaman pribadiku dan mungkin bisa dijadikan motivasi para pembaca terutama generasi muda untuk lebih memajukan dan memeratakan kemajuan bangsa Indonesia pada bidang teknologi digital di masa depan.
Bawalah angan kalian menuju tiga tahun silam, ketika aku masih tinggal di Desa Nggalak Kecamatan Reok Barat Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebuah desa di Pulau Flores yang masih tergolong 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Di sana aku ditugaskan sebagai guru SM-3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan Terluar Tertinggal) di SD Inpres Nggalak selama satu tahun. Aku yang dilahirkan dan dibesarkan di Kabupaten Malang Jawa Timur, sudah terbiasa dengan peralatan-peralatan modern di rumah, tiba-tiba harus tinggal di sebuah desa yang bahkan PLN dan PDAM pun belum menjangkaunya. Iya, listrik yang ada hanya dari tenaga surya dan mesin diesel. Jadi kalau bahan bakar dieselnya habis, listrik juga padam. Langkah yang ditempuh untuk menghemat bahan bakar yaitu dengan cara menyalakan listrik saat pukul 18.00 WITA sampai dengan pukul 22.00 WITA. Sesudah itu hening lagi, hanya suara-suara alam semisal katak, lolongan anjing warga, dan jangkrik yang bisa didengarkan. Lagi pula tidak setiap rumah memiliki aliran listrik, hanya para stakeholder di desa yang memiliki mesin diesel. Beruntung, dengan baik hatinya mereka menyalurkan listrik ke beberapa rumah warga dengan syarat membayar iuran bulanan seperti yang telah disepakati. Kondisi ini masih berlangsung hingga detik ini, terbukti sampai sekarang aku masih belum bebas menghubungi mereka melalui kecanggihan alat telekomunikasi untuk sekedar saling mengabarkan.
Kebutuhan dasar seperti listrik saja sudah sedemikian langka, maka jangan bayangkan peralatan-peralatan elektronik seperti yang sudah kita kenal baik dalam kehidupan sehari-hari akan menghiasi setiap rumah di Desa Nggalak. Ada lampu penerangan saja sudah bagus, jangan lagi bayangkan televisi, ricecooker, smartphone terbaru, ataupun gadget canggih. Hanya rumah yang dilengkapi mesin diesel saja yang memiliki TV. Begitu pula dengan smartphone maupun laptop/notebook, hanya mereka yang sering mobilitas keluar masuk desa saja dan sudah mahir menggunakannya lah yang memiliki. Karena untuk terhubung ke jaringan telepon harus pergi ke atas bukit, berjalan ke depan puskesmas pembantu desa, atau pergi ke bawah pohon beringin rindang yang terletak di lapangan desa.

desa nggalak kabupaten manggarai ntt
Pohon beringin tempat mengakses jaringan Telkomsel
Lalu, tak semua penyedia layanan jasa telekomunikasi bisa diakses jaringannya dari sana. Hanya Telkomsel-lah, satu-satunya kartu SIM yang dapat digunakan untuk berkomunikasi. Hal ini sungguh berkesan bagiku, kusampaikan banyak terimakasih. Aku benar-benar bersyukur, di saat jauh dari sanak famili, masih ada jaringan yang bisa diakses melalui genggaman teleponku sehingga aku bisa memberi kabar kepada mereka yang kutinggalkan di Pulau Jawa.
Berada di sekolah saat ini, pasti sedikit banyak bersentuhan dengan namanya alat-alat digital. Sebab untuk mengakses berbagai aplikasi yang diluncurkan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dibutuhkan sambungan jaringan internet untuk sinkronisasi data ini itu. Lagi-lagi jangan bilang kalau tinggal memasang indischool melalui PT Telkom. Aku ingatkan, di sini belum dijamah PLN.
Keadaan ini mengharuskanku untuk pulang pergi dari desa ke rumah yang disewa bersama teman-teman seperjuangan. Rumah ini terletak di pusat kecamatan Reok. Tidak mungkin kan bagiku waktu itu, seorang gadis mencari jaringan demi mengakses internet di bawah pohon beringin besar (ini lokasi terdekat), sendirian menggunakan laptop, selama beberapa jam sampai baterainya habis dan menunggu lagi malam hari untuk mengisi ulang baterai. Lalu kembali lagi ke bawah pohon, demikian berulang kali. Bisa-bisa aku dijuluki penunggu pohon oleh orang yang lewat. Bagus kalau keadaan tenang, kalau anjing warga juga ikut menemani, bagaimana caraku berkonsentrasi? Jika ada yang bertanya, mengapa aku yang mengurusi ini semua? Karena guru-guru lain belum memahami penggunaan PC dan laptop sepenuhnya, mereka masih belajar dari awal.

guru belajar digital
 Guru-guru belajar menggunakan laptop

Menuju ke pusat kecamatan tentu tidak semudah di kota-kota besar yang tinggal online menggunakan aplikasi smartphone langsung dapat kendaraan ojek maupun taksi, menuju jalan raya untuk menghadang angkutan umum yang lewat, atau menunggu bus di halte dengan duduk nyaman sambil memegang ponsel. Sekali lagi, jauhkan dulu kemudahan-kemudahan semacam itu. Kita sedang membicarakan angkutan dari desa terpencil menuju ke kota. Satu-satunya kendaraan umum yang ada hanyalah sebuah oto/truk yang sekali saja jalan pulang pergi dalam sehari. Itupun tidak setiap hari ada, terlebih lagi jika musim hujan tiba.

Oto Karya Bunga, satu-satunya alat transportasi umum
Selama empat jam perjalanan waktu yang harus ditempuh untuk berangkat ke kecamatan. Ini bukan perjalanan yang mulus dengan aspal yang bagus. Mirip soundtrack film kartun masa kecilku,”Mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudera.” Iya, dari Desa Nggalak yang wilayahnya yang berbukit-bukit, menuju Kecamatan Reok yang merupakan tempat pelabuhan di pesisir pantai. Ditambah lagi kondisi jalan dengan lubang aspal di sana sini mengharuskan sopir untuk ekstra hati-hati dalam mengemudi. Sungguh beruntung jika oto hanya berpenumpang manusia, tapi kalau kebetulan ada babi atau hasil alam yang ikut diangkut karena akan dijual di pasar, penumpang harap bersabar dengan kondisi di bak oto yang sedemikian rupa.
Begitulah sekelumit perjuangan demi membantu mengerjakan aplikasi sekolah yang seharusnya dikerjakan oleh operator sekolah dan demi mendapatkan akses internet yang lancar jaya dengan tempat yang nyaman. Namun pada akhirnya perjuanganku itu sia-sia, karena uang tunjangan daerah terpencil untuk guru-guru tidak bisa cair. Mereka menginterogasi aku yang tidak lengkap dalam mengisi data jam mengajar di aplikasi sekolah itu. Aku sendiri tak mengerti, apakah benar karena human error atau karena hal lain. Sedih bercampur kecewa, mau marah juga kepada siapa. Satu hal yang kupahami yaitu sebagai pelajaran yang amat berharga. 
Lama aku ingin menuliskan cerita ini dan kini tiba saatnya peluang itu ada. Sebagai ungkapan rasa terima kasihku kepada PT Telkom khususnya pihak Telkomsel yang terus membenahi pelayanannya dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses sampai ke pelosok negeri. Kabar terakhir yang kudapat, Telkomsel telah mengoperasikan 627 Base Transceiver Station (BTS) yang berlokasi di perbatasan Singapura, Malaysia, Vietnam, Timor Leste, Australia, Filipina, dan Papua Nugini. Senang sekali kudengar kabar bahwa Telkomsel menyediakan layanan broadband secara merata, sehingga masyarakat di wilayah perbatasan dapat menikmati internet dengan kualitas yang setara dengan di kota besar. Ini juga akan mempermudah kawan-kawan yang bertugas di daerah terdepan dan terluar untuk menjalankan tugasnya. Aku juga membaca berita kalau target selanjutnya, Telkomsel berupaya memperluas jangkauan jaringan di wilayah Kepulauan Anambas dan Kepulauan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.
Sungguh mengetahui itu semua membesarkan harapanku agar #IndonesiaMakinDigital. Semoga dengan semakin majunya era digital dan sistem digital yang ada, Telkomsel benar-benar mau dan mampu terus memperluas jaringannya demi terwujudnya kemajuan Bangsa Indonesia. Juga untuk mengejar ketertinggalan teknologi digital di beberapa wilayah nusantara sebagai jalan menuju percepatan pembangunan Sumber Daya Manusia melalui pendidikan di daerah-daerah tertinggal.

Jangan kalian pandang kami sebelah mata

Karena kepungan ketradisionalan

Jangan kalian anggap remeh kami

Karena jauh dari kemodernan dunia

Jangan kalian sisihkan kami

Dari kecanggihan peralatan berteknologi digital

Tapi

Ajarkan kami akan pesatnya ilmu pengetahuan

Agar kelak kami juga melek teknologi digital
kata mutiara untuk telkomsel

 
Aminnatul Widyana Mom of 2 kiddos/ Ahmad Rahman Budiman's wife/ teacher/ blogger

26 Responses to "PENYELAMAT PERADABAN DIGITAL DI DESA TERTINGGAL"

  1. Jadi ingat 15tahun yang lalu....dulu saat SMA kelas 3 saya di pindahkan oleh ortu ke desa Rantau Pandan,yang terletak di Jambi. Kira-kira 6jam dari jambi kotanya menuju ke desa Rantau Pandan. Lab SMAN 1 Rantau Pandan termasuk 15 lab terlengkap se Indonesia,termasuk lab komputernya...tapi sayang Lab tidak dapat di gunakan karena listrik di sana masih belum merata...listrik yang sehari mati sehari nyala membuat lab terbengkalai karena tidak dapat di manfaatkan secara maksimal

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sangat disayangkan ya, keadaan begini yg bikin kita ngelus dada. Ada sumber dayanya tp gak bisa dimanfaatkan secara maksimal. Semoga ke depannya semakin berkembang ke arah yg lebih baik ya

      Delete
  2. Jadi ingat 15tahun yang lalu....dulu saat SMA kelas 3 saya di pindahkan oleh ortu ke desa Rantau Pandan,yang terletak di Jambi. Kira-kira 6jam dari jambi kotanya menuju ke desa Rantau Pandan. Lab SMAN 1 Rantau Pandan termasuk 15 lab terlengkap se Indonesia,termasuk lab komputernya...tapi sayang Lab tidak dapat di gunakan karena listrik di sana masih belum merata...listrik yang sehari mati sehari nyala membuat lab terbengkalai karena tidak dapat di manfaatkan secara maksimal

    ReplyDelete
  3. Baca ini serasa di ingatkan lagi untuk bersyukur dengan fasilitas yg ada. Ternyata masih banyak bagian Indonesia yang tertinggal kemajuan digital. ��
    Dan kata2 nya bener semua,
    mbak ini keren banget ya, berani kesana dengan tujuan yang mulia Aku salut deh. Telkomsel emang terkenal jaringannya yang kuat, Berarti Kalo kita pakai telkomsel ikut membantu perkembangan desa2 tertinggal itu ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, sesusah apapun kondisi kita, ternyata masih ada yg lebih kesusahan lg dibanding kita. Di sini listrik mati 5 menit aja ufah sumpah serapah, lupa kalo di luar sana ada yg belum pake listrik sama sekali.

      Delete
  4. Yampun mbaa inspiratif bgt. Kita di kota aja sinyal hilang kayak gak ada kehidupan gimana mereka yang bener2 tanpa sinyal. Syukurlah Telkomsel tetap menjadi keajaiban untuk mereka

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sih,kita yg tinggal di kota, sinyal buruk sesekali udah mengeluh kemana2. Lha di sana, malah gak ada sinyal, tp kehidupan jg tetep jalan.

      Delete
  5. Ya Allah kebayang ama saya gimana keadaan ketika mba mengajar di daerah itu. Hebat ikh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih ada yg lebih ekstrim daripada tempat saya Mbak wkwkkwk... Yah, semua bikin kita lebih tau arti bersyukur, biar gak mudah mengeluh.

      Delete
  6. Semoga telkomsel bisa terus mempertahankan bahkan meningkatkan kinerjanya ya mba. So far memang telkomsel yang sinyalnya oke dan bisa menjangkau pelosok sih ya, meski mungkin gak sekencang di kota. Salut untuk guru-guru tersebut.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Telkomsel emang tarifnya di atas operator seluler lain, tp kalo di luar Pulau Jawa, ya Telkomsel ini yg jadi andalan. Karena cuma ada 1 jaringan ini yg bisa diakses. Terus, tarifnya juga lebih mahal dr daerah Jawa. Hmmm, apa boleh buat, emang bisanya ya cuma itu. jadi ya tetep dipake aja

      Delete
  7. dari dulu seneng banget membaur sama orang desa, mereka menghargai kita banget.. kita disana 2hari aja sekampung udah pada kenal kita yak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betulll... Itulah sukanya kalo di desa. Kekeluargaan masih ok banget. Cm ya gitu, gosip jadi mudah beredar. Sekalinya kta omong, beberapa jam lagi sekampung uda pada tau beritanya 😄😄

      Delete
  8. Semoga makin banyak operator lain yang peduli akan pemberdayaan di desa terpencil

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin... Iya nih, biar bersaing & ada pilihannya buat penduduk di desa2 terpencil. Semoga ke depannya semakin meluas jaringannya juga buat all operator seluler.

      Delete
  9. Kebetulan beberapa tahun lalu ada rezeki dan kesempatan ke Manggarai. Waktu itu di sana sinyal susah hehe. Tapi takjub alamnya masih indah, meski beberapa bangunan dgn desain modern kyk rumah2 udah mulai ada di sana. Jam 7 malam toko2 dah tutup xixixi. Skrng kyknya akses inet lbh baik ya bak, bbrp kali liat tmnku yg tinggal di sana FB live haha :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo di kota Ruteng & desa2 sekitarnya masih bagus sinyalnya Mb... Tp kalo uda masuk desa2 yg jauh, apalagi yg terhalang bukit2nya itu mau cari sinyal susahnya minta ampun.

      Delete
  10. Semoga kedepannya desa2 semakin diperhatikan. Saya jadi ingat waktu pulang kampung, sinyalnya susah banget sampai-sampai harus panjat pohon jambu dulu baru dapat sinyal

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaaa... Itulah balada di desa kalo terkait sm sinyal 😄 uda untung ada 1 atau 2 aja, meskipun mendapatkannya harus berjuang. Daripada enggak ada sama sekali kn malah repot...

      Delete
  11. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by a blog administrator.

      Delete
  12. MasyaAllah gak kebayang sebelumnya masih ada desa yang seperti itu. Sampai sekarang pun masih begitu mba kondisinya? Guru-gurunya pun belum pernah ada yang menggunakan laptop? Pendapat aku, sehatusnya guru-guru ini lah yang terlebih dahulu diedukasi mengwnai kemajuan teknologi di kota besar, sehingga nantinya mereka bisa mengajarkan kepada para generasi muda di sana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, sampai sekarang tetep susah sinyal. Aq jg gak bisa telpin mereka duluan. Bisanya ya nunggu kabar tlp dr mereka.

      Delete
  13. Aebetulnya kita hanya butuh infrastruktur yang memadai untuk memecah daerah terpencil dan juga satu orang penggerak yang mau mendidik mereka yang membutuhkan. Sayangnya gak banyak yang kayak gitu. Semoga nanti sinyal sinyal lain juga ikut masuk ya mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huum Mb, bangun infrastrukturnya yg susah krn medannya yg naik turun. Yah, di Manggarai itu banyak perbukitan, ada gunung juga. Itu masalahnya.

      Delete
  14. Sinyal memang sangat menentukan ya mba, jangankan di daerah bahkan di kota saja masih suka naik turun sinyalnya,, senang mengetahui sudah banyak masyarakat yang melek digital.

    ReplyDelete
Terima kasih sudah singgah di blog amiwidya.com.
Saya persilakan menambahkan komentar untuk melengkapi postingan blog di atas.
Semoga bermanfaat & menginspirasi buat semua...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel