SM-3T SETENGAH MATI BUKAN? SM-3T BUKAN SETENGAH MATI!


Bukan setengah mati, tapi ini adalah tantangan kehidupan yang memang harus kulalui. Sebuah pengalaman luar biasa dengan modal manajemen diri yang anggun. Seanggun fajar di ufuk timur, sepintas, yang terlihat di sudut lapangan SDI Nggalak saat pagi yang cerah.
Hari demi hari yang telah kulalui dengan berbagai macam perjuangan di sini ternyata hampir berakhir. Sungguh tidak terasa...
Berawal dari kedatanganku saat musim penghujan. Mendaki, menuruni, menikungi batu-batu tajam di jalan menuju Desa Nggalak. Belum diaspal, masih batu-batu kapur yang belum tertanam. Bukan jalan yang lurus, masih sama dengan kondisi jalan-jalan di Manggarai pada umumnya, jalan pegunungan. Aku pada saat itu bersama kawan-kawan seperjuangan, bersama kakak-kakak tingkat yang 1 tahun telah mengabdi pada negeri. Mereka yang bertempat tinggal di Desa Kajong, tetangga Desa Nggalak. Kami menyusuri jalan ke Desa Nggalak dengan lako wai alias berjalan kaki sejauh ± 3 km.
Hari yang mulai gelap tidak menyurutkan sedikitpun semangat kami untuk menghadiri pesta adat penyambutanku sekaligus pelepasan SM-3T sebelumnya. Malam itu, malam minggu yang mendebarkan. Beruntung aku mempunyai kakak-kakak yang baik, senasib sepenanggungan dengan adik-adiknya, sehingga sedikit-sedikit aku sudah mengetahui kondisi daerah tempat tugasku dan memiliki persiapan untuk menghadapi hari-hari ke depan.
Musim penghujan masih berlanjut, sehingga oto (truk angkutan umum) yang berjudul “Karya Bunga”, satu-satunya angkutan umum di Desa Nggalak ini tidak jalan sampai ke Desa Nggalak setiap harinya dikarenakan kondisi jalan becek jadi tidak bisa dilalui kendaraan. Oto hanya sampai di jalan potong/pintas menuju Desa Nggalak. Akhirnya, setiap aku pergi ke Kecamatan Reok untuk berbelanja atau keluar Desa Nggalak untuk keperluan lainnya, jalan menyisiri hutan berpohon kemiri yang berbatang besar-besar, jalan setapak berbatu tajam, terjal, licin, dengan jurang yang siap menampung pejalan kakinya yang terjatuh, belum lagi hujan yang mengharuskan pejalan di atasnya memakai bingkap alias sepatu boat dan mantel, harus aku lalui dengan tabah. Sekali lagi, bukan setengah mati. Karena ada papa angkatku dan penduduk Desa Nggalak yang siap menemaniku untuk menjelajah situasi keterasingan dari kota ini. Mereka, sangat baik.
Ada banyak hal yang bisa mendamaikan hati di sini. Salah satunya... begitu malam tiba, listrik mati, biasanya sekitar pukul 22 WITA (listrik di sini ± 4 jam nonstop), dan hujan berhenti, akan kita jumpai kunang-kunang berkilauan diiringi suara katak, jangkrik, serta binatang malam lainnya. Hirup pelan-pelan sejuknya udara malam selepas hujan. Coba lihat, dengar, rasakan... Subhanallah. Sekali lagi, tidak adanya listrik, bukan setengah mati.
Menjelang musim kemarau, oto Karya Bunga sudah mulai lancar keluar masuk Desa Nggalak. Apalagi kabar baik sudah terealisasi, ada penambahan aspal 1 km di jalan menuju Desa Nggalak. Dengan adanya hal ini, penduduk sudah bisa sedikit menghirup udara kemudahan  akses jalan. Sampai saat ini, di Bulan Juni 2013, pengaspalan jalan masih dalam proses. Sebentar lagi, bukan setengah mati jalan di sini.
Akses komunikasi, terutama dengan orang-orang tercinta di Pulau Jawa sana, siapa bilang setengah mati? Asal kita bisa menikmati sejuknya udara, semilir angin, hijaunya pemandangan, birunya langit, teduhnya duduk di bawah ruteng (pohon beringin) besar, luasnya lapangan Desa Nggalak, tentunya akan lebih melapangkan hati kita. Di sini signal lancar. Yah, menikmati keterbatasan signal dengan cara yang berbeda, itu sangat penting. Beruntunglah rumah-rumah di sekitar tempat ini yang terdapat signal di jendela maupun dinding kayu rumahnya.
Pada akhirnya, bukan setengah mati bagi siapapun yang ingin mengalami berbagai kisah menakjubkan. Hidup ini harus berkesan, karena hidup di dunia ini hanya 1 kali dan waktu terus berjalan. Setidaknya kita diingat dan dikenang orang, karena pengabdian kita pada negeri tercinta. Kesan itu, telah kutemukan di SM-3T. Perjuangan hidup, menajemen diri, persahabatan, dan bahkan kisah cinta mengharukan, semua kisah pahit dan manisnya, seindah lembayung di langit sore Desa Nggalak. SM-3T, sungguh luar biasa...
Aminnatul Widyana Mom of 2 kiddos/ Ahmad Rahman Budiman's wife/ teacher/ blogger

0 Response to "SM-3T SETENGAH MATI BUKAN? SM-3T BUKAN SETENGAH MATI!"

Post a Comment

Terima kasih sudah singgah di blog amiwidya.com.
Saya persilakan menambahkan komentar untuk melengkapi postingan blog di atas.
Semoga bermanfaat & menginspirasi buat semua...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel